Pontianak, Kalimantan Barat.
Kasus sengketa tanah antara Lilisanti Hasan dan perusahaan PT Bumi Indah Raya belum ada titik terang.
Setelah melalui proses panjang, bahkan sampai pada gelar perkara di Mabes Polri, penyidik Polda Kalimantan Barat justru menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Keputusan itu menuai tanda tanya besar, SP3 dengan Nomor SPPP/3-4/IX/2025/Ditreskrimum, tertanggal 12 September 2025, menghentikan penyidikan yang sebelumnya sudah menetapkan seorang mantan pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai tersangka.
Kuasa hukum Lilisanti, Dr. Herman Hofi Munawar, menyampaikan protes keras saat ditemui usai bertemu Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kalbar, Senin, 15 September 2025. Ia menyerahkan surat keberatan resmi atas penghentian perkara tersebut.
“Ini hal yang sangat aneh. Kok bisa ada penghentian perkara padahal proses sudah panjang, bahkan sudah sampai gelar perkara di Mabes Polri,” ujar Herman dengan nada kecewa.
Menurut Herman, keputusan SP3 tidak sejalan dengan Pasal 109 ayat (2) KUHAP. Pasal tersebut hanya memperbolehkan penghentian perkara dengan tiga alasan: bukti tidak cukup, peristiwa bukan tindak pidana, atau tersangka meninggal dunia.
“Tiga-tiganya tidak terpenuhi. Bukti sudah jelas, peristiwa pidananya terang benderang, tersangka pun sudah ditetapkan. Kenapa tiba-tiba dihentikan? Ada apa ini?” tegasnya.
Lebih jauh, Herman menyinggung adanya peran kejaksaan dalam polemik ini. Ia menilai, meski berkas sempat dinyatakan lengkap, kejaksaan justru menolak hasil penyidikan.
Situasi ini menimbulkan kecurigaan adanya kejanggalan serius dalam proses hukum.
“Kalau memang dianggap tidak ada pidananya, ayo debat terbuka. Publik berhak tahu kenapa kasus sebesar ini bisa dihentikan,” ujarnya.
Herman juga menegaskan, tidak mungkin pejabat BPN bertindak seorang diri.
“Ada akses kekuasaan dan kepentingan ekonomi besar di balik kasus ini. Tidak mungkin orang BPN bekerja sendiri tanpa perintah,” katanya.
Merujuk Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 Pasal 31, kuasa hukum Lilisanti menggunakan haknya untuk meminta gelar perkara khusus. Mereka berharap Polda Kalbar segera menjadwalkan forum itu agar kejelasan hukum bisa dipertanggungjawabkan di hadapan publik.
“Kalau hukum terus dimainkan begini, negara bisa hancur. Hukum jangan hanya tajam ke bawah, tapi juga harus tegas ke atas,” kata Herman menekankan.
Kasus sengketa tanah ini dinilai sangat penting sebagai barometer keadilan hukum di daerah.
Publik Kalimantan Barat menaruh perhatian besar karena perkara tanah kerap menjadi pintu masuk mafia hukum dan konflik berkepanjangan.
Kuasa hukum mendesak agar Polda Kalbar segera menindaklanjuti permintaan gelar perkara khusus. Menurut Herman, langkah itu penting demi menjamin transparansi, akuntabilitas, dan keadilan hukum bagi Lilisanti Hasan maupun masyarakat luas yang terancam kasus serupa.
“Kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum dipertaruhkan. Jangan sampai kasus ini menjadi preseden buruk,” pungkasnya.
Sumber: Beberapa Media Online
Timred
Pimred,
Jaka Rahmadi